Merebaknya Perzinahan, Bukti Lemahnya Pengawasan Negara
Oleh : Lestari Agung Pengesti, SEI
(Ibu dan Pengemban Dakwah)
Melihat berbagai fakta yang terjadi saat ini, tidak sedikit para pemuda pemudi yang terjerumus dalam lembah perzinaan. Praktek yang mengarah pada perzinaan saat ini seolah menjadi tren dan sudah dianggap biasa bagi sebagian kalangan. Perilaku buruk ini bukan saja terjadi di lokalisasi atau dalam hotel, tetapi telah terjadi dimana-mana.
Kasus perzinaan saat ini seolah dikemas dengan ragam istilah seperti pacaran (disertai hubungan seks), cabe-cabean, selingkuh, friend with benefit, dan lain-lain. Mirisnya, para pelaku zina tidak hanya dari kalangan yang telah berumur, tapi cenderung kebanyakan dari para remaja, bahkan anak di bawah umur.
Kasat Pol PP Kota Palembang, Edwin Effendy, melalui Kabid Bidang Penegakan Peraturan Perundang-undangan Daerah (PPUD) Syafril, membenarkan dirinya bersama anggota melakukan giat razia di penginapan dan kos-kosan di berbagai wilayah di Kota Palembang. Alhasil, terdapat banyak pasangan bukan suami istri terjaring dalam razia tersebut. (sripoku.com, 7/9/2023)
Liberalisme Merusak Sistem Pergaulan
Banyaknya terjadi pergaulan bebas disemua kalangan masyarakat sampai saat ini tak lain karena tidak adanya perhatian dan tanggung jawab dari pemerintah. Ditambah lagi dengan semakin liberalnya sistem pergaulan hari ini yang dilindungi oleh sistem demokrasi. Sistem demokrasi ini menganut prinsip kebebasan. Salah satunya yaitu kebebasan untuk berekspresi, seperti kebebasan dalam hal bergaul dan berinteraksi. Setiap individu bebas berbuat apa saja semaunya (termasuk perbuatan zina) asalkan tidak merugikan orang lain. Padahal perbuatan itu sangat dilarang dalam agama Islam.
Tidak bisa dinafikkan, arus liberalism semakin massif menyerang generasi lewat media sosial, film, cerita novel / wattpad, bahkan di grup obrolan whatsapp, facebook yang seringkali menyebarkan propaganda soal pacaran, ataupun perzinahan. Padahal, dalam Islam interaksi antara laki-laki dan perempuan terbatas, baik di dunia online apalagi offline. Tidak dibenarkan untuk menyapa dengan perhatian, chatting mesra-mesraan, hingga menimbulkan kecenderungan antara lawan jenis.
Aturan Islam dalam Menjaga Interaksi
Islam memiliki begitu banyak peraturan kehidupan. Salah satunya yaitu Islam mempunyai aturan dalam hal membatasi kebebasan berinteraksi antara laki-laki dan perempuan. Bukan bertujuan untuk mengekang manusia, namun justru dengan aturan tersebut, kehormatan dan kemuliaan manusia bisa terjaga.
Pertama, Islam mengharamkan khalwat (berdua-duaan) antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Larangan ini akan menegaskan kebiasaan berdua-duaan dalam budaya pacaran atau dua orang lain jenis yang bertemu tanpa mahram di suatu rumah / tempat tertentu. Kedua, Islam melarang ikhtilat (campur baur) tanpa alasan syari didalamnya.
Ketiga, Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat dan menjaga pandangannya. Batas aurat laki-laki adalah antara pusat dan lutut. Sementara aurat perempuan adalah seluruh anggota tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Keempat, Islam melarang melakukan zina atau mendekatinya. Hal ini menegaskan bahwa semua kondisi yang berpotensi menjadi jalan terjadinya perzinaan juga tidak akan dibiarkan terjadi. Kemudian, Islam mengatur safar (perjalanan) bagi perempuan. Tidak dibenarkan bagi perempuan melakukan safar selama sehari semalam tanpa disertai mahram. Hikmahnya adalah untuk menjaga keamanan kaum perempuan dari ancaman bahaya yang bisa datang dan terjadi kapan saja.
Selain membatasi kebebasan interaksi antara laki-laki dan perempuan, ternyata sistem islam juga memperbolehkan interaksi antara laki-laki dan perempuan, tetapi hanya dalam beberapa hal saja yaitu dalam hal ekonomi (jual beli / perdagangan), pendidikan, kesehatan (kedokteran), akad tenaga kerja dan interaksi lain yang mengharuskan berinteraksi karena adanya keperluan mendesak.
Sanksi bagi Pezina dalam Hukum Islam
Islam adalah agama yang sempurna, rahmat bagi seluruh alam. Islam adalah agama fitrah yang mengakui keberadaan gharizah nau’ (naluri seksual). Di dalam Islam, pernikahan merupakan bentuk penyaluran gharizah nau’ yang dapat membentengi seorang muslim dari jurang kenistaan. Dalam masalah ini, menikah adalah solusi yang ditawarkan.
Peran orang-orang terdekat pun bisa jadi solusi pencegahan perilaku zina. Seperti peran orang tua, keluarga dan masyarakat. Orangtua hendaknya mampu menutup peluang terjadinya perilaku zina pada anak-anaknya dengan cara selalu berusaha membentengi mereka dengan akidah Islam, berpegang teguh pada semua aturan Allah swt, serta memberikan pemahaman kepada anak akan bahaya pergaulan bebas.
Peran pemerintah pun dalam menjalankan menegakkan kebenaran dan memerangi kemaksiatan. Pemerintah juga diharapkan ikut terjun langsung dalam mengawasi dan menertibkan segala sesuatu yang bisa mempermudah akses perzinaan, diantaranya menindaklanjuti pemblokiran situs-situs porno, dan menindak dengan tegas pasangan non muhrim yang bermesraan di semua tempat.
Pemerintah pun seharusnya juga memberikan hukuman yang mampu menimbulkan efek jera. Seperti halnya dalam syariat Islam, penegakan sanksi / hukuman berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa), dan zawajir (pencegah kemaksiatan berulang kembali). Sanksi tersebut disaksikan di depan umum, sehingga semua masyarakat bisa melihatnya. Akhirnya, timbullah keengganan dalam hati mereka untuk melakukan kemaksiatan.
Islam telah membuat aturan di semua sendi kehidupan termasuk aturan hukuman dan sanksi yang akan diterima oleh pelaku zina. Perbuatan keji yang dilakukan ini akan selalu berdampak bagi pelaku sepanjang hidupnya. Hukuman bagi pelaku zina muhshan (pelaku sudah menikah, tapi berzina), maka dalam hukumannya adalah rajam.
Adapun pelaku zina ghairu muhshan, yaitu zina yang dilakukan oleh orang laki-laki/perempuan yang belum pernah melakukan ikatan pernikahan. Hukuman bagi pelaku zina ghairu muhshan ini adalah dicambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun.
Penegakkan sanksi yang tegas oleh negara semata-mata adalah wujud tanggung jawab penguasa di hadapan Allah swt dalam mengurusi rakyatnya. Tentunya, hal ini juga didukung oleh masyarakat yang memiliki visi yang sama, yaitu untuk menegakkan keadilan dan bebas dari berbagai kemaksiatan.
Wallahu’alam Bishawwab.